SOAL :
Bagaimana hukum bertepuk tangan, misalnya dalam suatu forum? Idham
JAWAB :
Dik Idham, hukum bertepuk tangan dalam suatu forum, misalnya saja tabligh akbar, adalah mubah. Sebab, bertepuk tangan termasuk perbuatan jibiliyah (af’al jibiliyyah) yang hukum asalnya mubah, sepanjang tidak ada dalil yang mengharamkan (Taqiyuddin an-Nabhani, asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyah, III/85).
Perbuatan jibiliyah adalah perbuatan yang secara alamiah (fitrah) dilakukan oleh manusia sejak penciptaannya dan menjadi bagian integral (tak terpisahkan) dari sifat kemanusiaannya. Misalnya berpikir, berbicara, berjalan, berlari, melompat, duduk, makan, minum, mendengar, melihat, membaui, mengecap, dan seterusnya. Termasuk menggerakkan anggota tubuh (tasharruf al-a’dha`) (asy-Syaukani, Irsyadul Fuhul, hlm.35). Misalkan menggerakkan tangan (seperti bertepuk tangan), menggerakkan kaki (seperti berjalan dengan berjingkat/jinjit), menggerakkan kepala (seperti menggelengkan kepala), dan seterusnya.
Perbuatan jibiliyyah itu hukum asalnya mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkan. Jika ada dalil tertentu yang mengharamkan suatu perbuatan jibiliyah, barulah hukumnya haram. Melihat, hukum asalnya boleh. Tapi melihat aurat, hukumnya haram, karena ada dalil yang mengharamkannya, misalnya firman Allah Swt. (artinya), “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman,’Hendaklah mereka menahan pandangannya…” (QS an-Nuur [24] : 31)
Jadi, bertepuk tangan hukumnya mubah. Karena merupakan perbuatan jibiliyah dan tidak terdapat dalil yang mengharamkannya. Namun, hukumnya bisa menjadi haram, apabila diduga kuat menjadi sarana (wasilah) kepada yang haram. Ini sesuai kaidah fiqih : “Al-wasilah ila al-haram haram” (Segala sesuatu yang dapat mengantarkan kepada yang haram, hukumnya haram). Misalnya, bertepuk tangan dalam pertunjukan dangdut yang mengumbar aurat atau menyajikan nyayian yang haram. Ini akan mengokohkan, menyemangati, atau mendukung sesuatu yang jelas telah diharamkan.
Ada pihak yang tidak membolehkan bertepuk tangan, berdalil firman Allah Swt. : “Sembahyang mereka di sekitar Baitullah ini, tidak lain hanyalah siulan dan tepukan tangan.” (QS al-Anfaal [8] : 35)
Namun, ayat tersebut sebenarnya tidak melarang tepuk tangan itu sendiri, melainkan tepuk tangan yang dimaksudkan sebagai ibadah. Ini dapat diketahui dari sababun nuzul ayat tersebut, yang berkaitan dengan kaum kafir Quraisy yang bertawaf mengelilingi Ka’bah seraya bersiul dan bertepuk tangan (Jalaluddin as-Suyuthi, Tafsir al-Jalalain, hlm. 133).
Jadi, yang diharamkan bukanlah tepuk tangan itu sendiri, melainkan tepuk tangan yang diniatkan sebagai ibadah. Adapun tepuk tangan yang tidak diniatkan sebagai cara beribadah kepada Allah, tetapi hanya dimaksudkan untuk mendukung, setuju, atau sepakat terhadap sesuatu, hukumnya tetap mubah dan tidak mengapa. Kaidah fiqihnya : “ Al-umuur bi maqaashidiha.” (Segala perkara itu bergantung pada maksud-maksudnya) (Abdul Hamid Hakim, Mabadi` Awwaliyah, hlm. 22). Wallahu a’lam.[] (www.konsultasi.wordpress.com)
Bagaimana hukum bertepuk tangan, misalnya dalam suatu forum? Idham
JAWAB :
Dik Idham, hukum bertepuk tangan dalam suatu forum, misalnya saja tabligh akbar, adalah mubah. Sebab, bertepuk tangan termasuk perbuatan jibiliyah (af’al jibiliyyah) yang hukum asalnya mubah, sepanjang tidak ada dalil yang mengharamkan (Taqiyuddin an-Nabhani, asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyah, III/85).
Perbuatan jibiliyah adalah perbuatan yang secara alamiah (fitrah) dilakukan oleh manusia sejak penciptaannya dan menjadi bagian integral (tak terpisahkan) dari sifat kemanusiaannya. Misalnya berpikir, berbicara, berjalan, berlari, melompat, duduk, makan, minum, mendengar, melihat, membaui, mengecap, dan seterusnya. Termasuk menggerakkan anggota tubuh (tasharruf al-a’dha`) (asy-Syaukani, Irsyadul Fuhul, hlm.35). Misalkan menggerakkan tangan (seperti bertepuk tangan), menggerakkan kaki (seperti berjalan dengan berjingkat/jinjit), menggerakkan kepala (seperti menggelengkan kepala), dan seterusnya.
Perbuatan jibiliyyah itu hukum asalnya mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkan. Jika ada dalil tertentu yang mengharamkan suatu perbuatan jibiliyah, barulah hukumnya haram. Melihat, hukum asalnya boleh. Tapi melihat aurat, hukumnya haram, karena ada dalil yang mengharamkannya, misalnya firman Allah Swt. (artinya), “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman,’Hendaklah mereka menahan pandangannya…” (QS an-Nuur [24] : 31)
Jadi, bertepuk tangan hukumnya mubah. Karena merupakan perbuatan jibiliyah dan tidak terdapat dalil yang mengharamkannya. Namun, hukumnya bisa menjadi haram, apabila diduga kuat menjadi sarana (wasilah) kepada yang haram. Ini sesuai kaidah fiqih : “Al-wasilah ila al-haram haram” (Segala sesuatu yang dapat mengantarkan kepada yang haram, hukumnya haram). Misalnya, bertepuk tangan dalam pertunjukan dangdut yang mengumbar aurat atau menyajikan nyayian yang haram. Ini akan mengokohkan, menyemangati, atau mendukung sesuatu yang jelas telah diharamkan.
Ada pihak yang tidak membolehkan bertepuk tangan, berdalil firman Allah Swt. : “Sembahyang mereka di sekitar Baitullah ini, tidak lain hanyalah siulan dan tepukan tangan.” (QS al-Anfaal [8] : 35)
Namun, ayat tersebut sebenarnya tidak melarang tepuk tangan itu sendiri, melainkan tepuk tangan yang dimaksudkan sebagai ibadah. Ini dapat diketahui dari sababun nuzul ayat tersebut, yang berkaitan dengan kaum kafir Quraisy yang bertawaf mengelilingi Ka’bah seraya bersiul dan bertepuk tangan (Jalaluddin as-Suyuthi, Tafsir al-Jalalain, hlm. 133).
Jadi, yang diharamkan bukanlah tepuk tangan itu sendiri, melainkan tepuk tangan yang diniatkan sebagai ibadah. Adapun tepuk tangan yang tidak diniatkan sebagai cara beribadah kepada Allah, tetapi hanya dimaksudkan untuk mendukung, setuju, atau sepakat terhadap sesuatu, hukumnya tetap mubah dan tidak mengapa. Kaidah fiqihnya : “ Al-umuur bi maqaashidiha.” (Segala perkara itu bergantung pada maksud-maksudnya) (Abdul Hamid Hakim, Mabadi` Awwaliyah, hlm. 22). Wallahu a’lam.[] (www.konsultasi.wordpress.com)
0 comments:
Post a Comment